June 22, 2004

They Call Me, Melancholy...

 

Jumat, 18 Juni 2004
11.58 pm, di atap rumah

Semilir angin malam sibuk menerpa wajahku. Malam yang tenang, sangat tepat untuk dinikmati dari atas sini.
Langit seperti mendung ingin hujan, tapi entah tidak turun juga.

Sunyi senyap, menenangkan sekali, tidak terdengar suara apapun. Apapun kecuali alunan lagu dari kamar Ari. Seperti biasa, dia selalu menyetel MP3 Jazz-nya untuk lagu pengantar tidur.
(alunan lagu fade out)
Yah, lagunya habis...

Intro lagu baru masuk, aku mencoba menebaknya
...sepertinya lagu ini...
Piano dan bass seperti itu..
ya benar, Kissing A Fool-nya George Michael yang pernah aku sukai...
namun kini tidak lagi.
Sebab kamu sering berkata bahwa lagu ini membuat kamu sedih,
mengapa kamu sedih?
Saya hanya bisa bertanya-tanya, walaupun seringkali pikiran itu membuat saya kesal.

You are far..
...karena kamu jauh dengannya? (jelas sekali lagu ini tidak ada urusannya denganku)

...Im never gonna be your star...
karena kamu tidak menjadi bintang di hatinya?

(Huh, memikirkan hal-hal itu selalu membuat saya kesal, tapi kali ini tidak juga.
Saya kesal jika kamu memikirkan dia, karena saya ingin menjadi satu-satunya orang yang kamu pikirkan, walaupun kamu pernah memberikan hati kamu untuknya.
Mungkin saya mulai belajar menempatkan diri saya untuk tidak mencampuri urusan masa lalu kamu lagi)

...covered with kisses and lies...
Apakah karena dia telah membohongi kamu?

Maaf, entah kenapa saya jadi begini...
(hening satu menit)

I guess you were kissing a fool...
...karena kamu menyesal dan merasa bodoh telah mencintai dia?

Tiba-tiba satu alasan paling sederhna masuk ke dalam pikiran saya, dan itu membuat perut saya menjadi mual...

Atau karena kamu masih menyayangi dia dan menginginkan dia kembali?

...saya percaya kamu, tapi entah kenapa saya sedih karenanya.
Saya tahu kalau saya tidak perlu memikirkan itu, tapi mengapa selalu saja terpikir?
Entahlah, semua alasan kamu, termasuk jika jawaban yang terakhir adalah ya... sangatlah masuk masuk akal dan terasa pantas, meskipun saya menjadi takut memikirkannya.
Semua alasan itu pantas dilakukan untuk seseorang yang pernah membekas di hati kita.
...


Berapa lama aku terdiam, aku tidak tahu. Yang aku tahu hanyalah sesaat kemudian hujan rintik menetes setetes di hidungku.
Apakah Kau menyuruhku menangis lagi kali ini, Pa?
...tidak Pa, biarkanlah aku sendiri, kali ini.

Aku bangkit dari situ lalu berjalan masuk, kembali ke kamarku.
(tapi aku masih memikirkan kamu hingga aku tertidur)

<< Home