December 31, 2004

Selamat Hari Ibu, Semuanya

 

SANG PENYIAR RADIO

Rabu, 22 DESEMBER 2004, 8.20 PM

Sang penyiar radio duduk di kursi studionya, menatap malas tombol-tombol dengan angka-angka dengan garis-garis. Ia melepaskan headphone-nya sejenak. Kupingnya terasa gerah. Kakinya menghentak di lantai keramik yang dingin, untuk membuat sedikit putaran pada kursi tempat ia duduk.
Tubuhnya ikut berputar di atas kursi. Matanya menangkap kelebatan-kelebatan studio. Ada poster besar The Beatles, juga Coldplay dan The Cure. Semuanya dalam bingkai kayu dan digantung dengan rapi. Ada juga kursi dan sofa dan dua buah mikrofon lain disebelahnya. Tapi malam ini tidak ada orang yang duduk di situ, malam ini tidak ada wawancara, malam ini tidak ada orang lain di dalam studio ini selain dia, tidak ada siapa-siapa, hanya dia.
Di ruangan sebelah, Daru, si operator, masih sibuk menerima telepon-telepon masuk. Saat ini memang prime time. Sebagai penyiar senior yang telah terkenal, ia yang ditugaskan untuk siaran. Reputasinya sudah cukup bagus di Bandung, tapi ia tetap berencana untuk menjadi penyiar radio di Jakarta. Mungkin kalau dia betul jadi pindah, radio itu akan ditinggalkan lebih dari setengah pendengarnya. Karena itulah ia dipertahankan mati-matian untuk tidak pindah, di antaranya dengan iming-iming kenaikan gaji dan bonus yang wah.
Tiba-tiba layar handphone-nya menyala kelap-kelip...
Cih, ada lagi yang kurang kerjaan..
...lalu mati kembali.
Diambilnya handphone itu, lalu mematikannya. Selalu saja ada fans yang mencoba mengganggunya.
..huh, siapa suruh jadi terkenal...
Lagu yang sedang diputar sudah mau habis. Cepat-cepat dipakainya lagi headphone yang pas menutup semua bagian telinganya itu, sambil mencondongkan mulutnya ke mikrofon...
“Selamat malam lagi para Radioers! Masih bersama Yaka di sini, di Radio FM, radionya radio di Indonesia...”
Lalu mulutnya secara otomatis mengatakan kata-kata yang sama yang selalu diulangnya berkali-kali setiap hari di setiap malam di ruang studio ini. Lalu ia melihat ke layar komputernya, membacakan request-request yang sudah masuk...
“Selamat malam buat Icha yang lagi di jalan, minta lagu My Boo-nya Usher with Alicia Keys. Salamnya buat cowo Sagitarius aja. Wah, berarti dia ulang tahun dong malam ini, Yaka juga minta ditraktir ya bo! Hehehe.
“Ada Ivan yang minta lagu Manusia Bodoh dari Ada Band. Katanya buat Uci, aku sayang kamu dan pingin minta maaf dan nggak mau kamu pergi..”
..dasar laki-laki gombal.
“Terus ada Riona di kamar, dia request lagu Keane yang Everybody’s Changing buat dia sendiri aja..”
Ia melirik jam yang terletak di depannya. Pukul 20.33. Kalender di sampingnya menunjukkan angka 22, dengan tulisan ”Happy Mother’s Day!” kecil berwarna merah, entah siapa yang menulisnya di situ.
Ia jadi teringat akan ibunya...
“Malam Dina di SMU 11 yang minta lagu.. “
Dua tahun yang lalu ia mendapat tawaran jadi host sebuah acara di Jakarta. Kesempatan yang tidak ingin ia sia-siakan...
“Berikutnya akan Yaka puterin lagu Mama dari Spice Girls untuk Mama-Mama sedunia yang saat ini sedang merayakan Hari Ibu-nya. Mama adalah anugerah yang paling indah bagi kita semua, jadi jangan pernah bandel ya sama Mama kamu, atau juga suka ngelawan Mama kamu,.Itu tidak baik ya, jangan dicontoh.. Berbahagialah kamu yang..”
Nada bicaranya masih bersemangat. Tetapi hatinya sudah hancur sedari tadi.

SABTU, 22 DESEMBER 2002, 6.17 PM

Sabtu sore ia pergi ke Jakarta dengan mobilnya. Perjalanannya tidak terlalu jauh, mungkin ia bisa sampai dalam waktu tiga jam. Setibanya di rumah temannya di sana, ia langsung tidur. Ia takut kebiasaan terlambat bangunnya kambuh lagi besok, jadi menurutnya lebih cepat tidur itu lebih baik.
Hp-nya bergetar.
...ah, paling orang iseng lagi. Untung aku silent daritadi.
Tak digubrisnya. Ia pejamkan saja matanya, mencoba untuk tidur..
sementara aku tidur, mama kena serangan jantung.

MINGGU, 22 DESEMBER 2002, 08.37 AM

Tapi tetap saja ia terlambat bangun. Satu setengah jam lagi acaranya dimulai dan ia masih di tempat tidur.
Huh, memang susah kalau kebiasaan dibangunkan Mama terus-terusan.
Ia melihat handphonenya. Ada banyak miscall dan tiga buah sms.
Huh? Orang-orang aneh lagi?
Ternyata tidak. Semuanya dari satu nomor. Kakakknya.
Kakak?
Sms-sms itu juga berasal dari kakaknya. Isinya:
Mama masuk rumah sakit. Kena jantung lagi. Cepat pulang kesini.
Ia terdiam. Tapi tak lama terdiam. Ia segera mandi, bersiap sebentar, tidak makan, dan langsung pergi. Hatinya kalut.
..semoga Mama akan baik-baik saja.
Ia turun dari mobil. Berlari kecil, membuka pintu, dan terus melangkah.
Ia naik ke panggung. Riuh rendah suara penonton dan lampu sorot tidak membuatnya gugup. Malah menggairahkan untuk seorang eksibisiobis sejati sepertinya. Pagi itu, panggung, semua tepukan dan sanjungan penonton menjadi miliknya.

MINGGU, 22 DESEMBER 2002, 17.45 PM

Ia turun dari mobil. Berlari kecil, membuka pintu, dan terus melangkah.
Ia masuk ke dalam kamar pasien. Banyak orang di samping tempat tidur tapi tidak ada satupun yang bicara. Semua orang menoleh, semua mata menatapnya ketika ia berjalan melalui pintu ruang VIP itu. Serentak semua orang mundur beberapa langkah dari pinggir tempat tidur. Hingga cukup baginya untuk bisa melihat ibunya, tergeletak lemas di kasur dengan kakaknya yang menangis sambil memegang tangan kiri ibunya.
Ia melangkah ke sisi yang satunya lagi. Beberapa orang mundur lagi agar ia bisa berada di samping ibunya.
Ia diam tak bergerak. Ditatapnya lekat-lekat wajah yang biasa membangunkannya pagi-pagi, wajah yang biasanya memarahinya kalau pulang terlalu malam, wajah yang selalu dilihatnya setiap pagi saat pertama kali membuka mata, wajah yang kini diam dan tak bisa lagi memarahinya.
Tidak ada yang berbicara, namun ia tahu ibunya sudah tak bernyawa lagi.
Ia tatap wajah itu.
Tubuhnya dicondongkan ke depan agar ia bisa mencium wajah ibunya, hal yang tak pernah lagi ia lakukan sejak SMA.
Ia mencium dahi ibunya. Lama, sebelum bibir itu bisa terlepas lagi.
Bibirnya bergetar. Pipinya sudah basah oleh air mata.
Badannya mulai limbung. Ia peluk erat tubuh itu lalu menangis sejadi-jadinya.
Hatinya hancur berkeping-keping. Ia tahu hati itu tidak akan bisa kembali seperti dulu lagi.

<< Home