January 17, 2005

Kebohongan #1

 

“Ah, perempuanku,mengapa kau bisa melakukan hal sekejam ini?”
Lelaki itu sangat kecewa. Perempuannya telah tega membohongi dia, mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan si lelaki kepadanya.

Perempuannya yang semula diam, balik menyerang,
“Salah sendiri kenapa kamu tidak peduli ada orang lain yang mendekati aku!”

Lelaki itu tersinggung. Perempuannya sudah tidak merasa bersalah lagi sekarang tapi malah balik menyalahkannya.
“Tidak peduli? Siapa bilang aku tidak peduli? Aku sudah pernah tanya hal ini ke kamu, kamu bilang tidak ada apa-apa yang terjadi di antara kalian berdua! Kamu anggap saya paranoid, saya aneh karena berpikir macam-macamlah. Kamu malah mengatakan ketika itu kalau kamu sayangnya cuma aku! Kamu bilang seperti itu, dan aku mempercayai kamu.”

Perempuan itu terdiam, lalu mengembangkan senyum sinisnya, lalu berkata lagi,
“Salah sendiri kenapa kamu percaya?! Kamu itu bodoh ya?? Nggak ngerti kalau perempuan bilang iya artinya nggak dan kalau bilang nggak artinya iya?? Kamu itu bodoh ya??” Nada bicara perempuannya jelas-jelas menunjukkan kalau ia lebih memilih merasa marah daripada harus merasa bersalah.

Sekejap lelaki itu terpaku mendengar perkataan perempuannya. Dia tidak percaya apa yang baru ia dengar. Perempuan itu sekarang benar-benar bukan perempuannya yang pernah ia kenal.

Bahkan kamu malah sekarang menyalahkan saya. Salah sendiri kenapa percaya? Alasan macam apa itu.
“Kamu malah menyalahkan saya sekarang? Alasan macam apa itu? Saya sudah pernah bilang ke kamu kalau saya mau kamu jujur. Kalau kamu sudah tidak merasa sayang lagi, ya bilang saja. Kamu sendiri sudah mengiyakan ini dulu, kamu sudah berjanji akan jujur.
Tapi sekarang kamu malah berkata seperti ini dan menyalahkan saya?”

Tidak ada gunanya lelaki itu berkeluh-kesah mengingatkan prempuannya akan janjinya. Perempuannya lebih memilih marah daripada merasa bersalah.

Tidak ada gunanya lagi.



<< Home