January 31, 2005

Untitled

 

Musik keras menghentak, terus melaju tanpa peduli dengan orang-orang yang mencoba berbicara.
Bau alkohol semerbak, terus menggerayangi hidung-hidung semua orang yang ada di situ.
Asap rokok mendesak, mendesak setiap udara bening tak kasat mata yang ada di setiap sudut ruangan dan mengalahkannya.


Dan aku duduk di salah satu meja ini, dengan orang-orang asing yang tidak kukenali. Mereka mabuk. Aku setengah mabuk. Hampir mabuk, tapi tidak terlalu mabuk. Bau alkohol tercium parah dari mulut mereka. Bau alkohol tercium juga dari mulutku, walaupun tidak separah mereka.

Musik dance keluar dari speaker-speaker entah berapa ratus watt dayanya. Orang-orang ini semakin menggila. Dua orang wanita naik ke atas meja, meliukkan tarian erotis dengan badannya yang semampai, para lelaki dan wanita lainnya berteriak, lalu satu lelaki naik lagi ke atas meja, lalu lelaki itu menari di sana diapit oleh dua wanita itu, dan seterusnya, dan seterusnya.

Meja ini tiba-tiba menjadi ramai. Tapi aku tidak tertarik ikut-ikutan berteriak seperti mereka. Kepalaku sudah jenuh. Kejenuhan yang sedang mencapai taraf stabil. Tidak bisa dikurangi dan sudah cukup untuk ditambah.

Aku melihat botol-botol di depanku. Permainan aneh yang sedang mereka jalankan disini. Kau boleh saja hanya melihat botol sprite, sprite, dan sprite, tapi entah di dalamnya berisikan cairan apa. Yang kau tahu hanya begitu meminumnya kau akan merasa sedikit pahit di tenggorokan, tapi tetap kau menenggaknya.
Jadinya kuraih sebotol sprite berisi entah apa itu, lalu kutenggak sampai habis. Ugh, 35% alkohol, sial.
Malam makin larut, tapi orang-orang ini seperti tidak ada matinya. Aku hanya memandang mereka saja dari kursiku duduk. Tidak ada yang menarik kecuali tubuh mereka. Hanya fisik. Hanya karena mereka cantik. Hanya karena betis mereka mulus. Hanya karena bibir mereka siap memberikan semua kenikmatan yang ada di dunia. Begitu pun dengan para lelakinya. Padahal di balik semua balutan make-up itu, semuanya hanyalah pelacur diri dengan otak entah sekecil apa.

Kulayangkan pandangku. Di seberang meja ini aku melihatnya, seorang wanita duduk melihatku. Ia tidak seperti yang lain yang sedang berdiri berjoget di atas meja.

Tidak. Ia hanya duduk melihatku, lalu meminum kembali minumannya, vodka kurasa. Lalu melihatku kembali.

Aku mabukkah? Hmm... tidak juga sebenarnya. Aku mencoba mencubit pahaku, sakit, berarti aku masih sadar.

Kunyalakan rokokku. Kuhisap sambil menikmati dirinya. Dia cantik. Tapi bukan itu hal yang menarik dari dirinya. Aku merasa diriku sama dengan dia. Kita hanyalah jiwa-jiwa yang terperangkap dalam tempat ini, jiwa-jiwa yang merasa sepi di tengah ramai, jiwa-jiwa yang mencoba menikmati setiap keluh dalam sepinya.

Tiada yang pernah kuingat lagi selain matanya itu. Tidak juga, aku masih bisa mencium bau parfum yang keluar dari tubuhnya, setiap pori-pori kulitnya. Sangat berbeda dari setiap parfum wanita yang pernah kutemui. Sangat.. lembut, dewasa, anggun, dengan segala keindahan yang tidak bisa terucapkan.

Bahkan pori-pori kulitku masih bergetar begitu aku mengingat harum parfumnya. Melupakanku pada semua parfum wanita yang pernah aku kenal begitu saja, seperti dengan mudahnya bibirnya menghapus kenangan di bibirku akan bibirmu.

<< Home