February 04, 2005

ANAK PANTAI

 



Aku terapung-apung terlentang di atas papan selancar sambil tiduran. Menikmati setiap jengkal sel-sel kulitku yang terbakar matahari. Tiada lagi ombak besar yang datang. Mungkin ia juga perlu istirahat sejenak. Lalu bersiap-siap memberikan serangan mendadak.
Rasanya tenang berada disini, jauh dari segala kepenatan kota yang siap menghantui ketika kau kembali.
Tanganku menjuntai ke dalam laut. Ombak-ombak kecil berkali-kali membasahi bagian belakang kepalaku. Ah, matahari pagi ini tidak terlalu terik. Cocok sekali untuk berjemur di tengah laut ini.
“Ombak datang! Gede nih!”
Aku menoleh ke belakang. Dari sana ombak besar memang bergulung-gulung.
Yeah.
Segera aku berbalik tengkurap. Tetap menoleh ke belakang memperhatikan ombak yang bersiap-siap pecah.
Ia semakin mendekatiku, aku mulai mengayuh kedua tanganku yang berada di dalam air. Terus, hingga ombak itu berhasil menangkapku dan menyeretku.
Aku terus terseret menuju ke pantai. Oke, siap-siap berdiri, satu, dua, tiga...
Hup! Aku berhasil berdiri di atas kedua kaki. Tanganku sekarang menggapai-gapai udara, mempertahankan keseimbangan.
“Woohoo!” Suara anak-anak lain terdengar dari belakang sana. Aku semakin bersemangat. Aku menyukai perasaan ini. Ketika adrenalin mulai mengalir menyebar ke seluruh pembuluh darahmu. Ketika kau berhadapan dengan alam dan kau berhasil menaklukkannya. Bukan menaklukkan, kau berhasil membuatnya menjadi sekutumu.
Ombak ini semakin besar, cocok sekali untuk dikendarai.
Tapi tidak juga. Ternyata aku salah.
Ombak ini terlalu besar. Aku kehilangan keseimbangan. Kakiku goyah.
Kemudian aku terlempar ke udara, berikut papan selancar ini juga.
Burrr... Ah, aku meneguk air asin ini lagi. Sudah yang keberapa kali sejak pagi tadi. Rasanya... asin.
Aku menggapai-gapai dalam air, mencoba terus berenang ke arah cahaya.
Huah! Lega rasanya berada di permukaan lagi.
Sial, aku gagal lagi mengendarai ombak tadi. Ombak berikutnya mungkin akan lama lagi baru datang. Aku menghela napas sajalah.
Kepalaku menoleh mencari-car, Di mana papanku? Oh, itu dia. Aku berenang ke arahnya lalu naik dan tiduran terlentang lagi, menunggu ombak besar berikutnya, menikmati setiap sel kulitku yang terbakar matahari pagi ini.


<< Home