February 01, 2005

Old Willow Tree, pt. 2

 



Rokok ini sudah habis. Aku mencoba bangkit.
Aduh, sayapku masih terasa sakit. Luka-lukanya belum tertutup sempurna.
Jadi aku merentangkan sayapku dan berbaring kembali.
Hmmm... pemandangannya bagus sebenarnya dari bawah sini. Dari bawah pohon willow tua ini.

Tanpa kusadari kau sudah ada di sebelahku sejak tadi. Kau melihatku sambil tersenyum manis, simpul. Aku tidak melihat sosokmu, aku hanya melihat warnamu.
Kau putih, sedangkan aku hitam.

[Bukankah hitam dan putih selalu ditakdirkan untuk bersatu?]

Dan kau berkata, kepadaku,
Maukah kau mengajakku terbang?
Aku terdiam, sambil terus melihat warnamu. Putih, putih, tapi aku tidak pernah melihat sosokmu, tampilanmu, pentingkah itu? Bukankah aku mengetahui hatimu, walaupun aku masih ragu? Putih, seputih warnamu. Sedangkan warnaku hitam, sehitam hatiku.

Tapi bukankah hitam dan putih adalah satu? Hitam sangat berlawanan dengan putih, maka itu mereka ditakdirkan untuk bersatu, saling mengisi, saling melengkapi. Apa gunanya hitam tanpa ada putih? Begitu pula putih yang kesepian tanpa adanya hitam. Jika mereka berdua ada, maka tercipta keseimbangan.
Aku berkata pelan, tidakkah kau lihat sayapku yang masih terluka?
Sebenarnya aku hanya ingin berbaring di sini sambil melihat-lihat pemandangan bagus dari bawah sini..
Tapi, dia berkata lagi, pemandangannya lebih bagus dari atas sana...

[Pemandangannya lebih bagus dari atas sana.]


Lagi-lagi aku hanya diam mendengar perkataanya.
Tapi aku tidak bisa membawamu terbang, sayapku sedang terlu...
Ia menyentuh setiap bulu-bulu sayapku dan menyembuhkannya. Ia menyentuhnya dan menghilangkan semua perih yang ada, menggantikan warna merah darah dengan warna putih miliknya.

Kini, maukah kamu mengajakku terbang? Bersamamu?
Aku berdiri, mengibaskan sayapku sekali dua kali. Rasanya seperti baru kembali.
Aku menoleh ke arahmu. Kutatap warnamu.
Apakah kau percaya kepadaku?
Aku percaya kepadamu.
Mengapa kau ingin terbang bersamaku?
Karena aku ingin terbang bersamamu.

Aku tersenyum.
Baiklah, peganglah tanganku. Kita akan terbang tinggi dan jauh, mungkin melewati atmosfer bumi, mungkin kita akan sampai ke bulan.
Untuk apa terbang terlalu tinggi? katamu. Aku takut terjatuh nanti.
Bukankah kau percaya kepadaku?
Iya, aku mempercayaimu.
Aku tersenyum lagi.
Kalau kita terbang lebih tinggi kita bisa lihat pemandangan yang lebih indah, bukan?
...baiklah, kau mengangguk setuju.

Maka peganglah tanganku. Aku akan merentangkan sayapku dan membawamu terbang tinggi, setinggi apapun yang engkau mau.



<< Home