August 04, 2006

Tiga.
Hal yang cukup membuat saya heran adalah seringnya saya dijadikan pembicara dengan tema: IKLIM PERFILMAN INDEPENDEN DI BANDUNG. Mungkin gara-gara jadi filmmaker dan ikutan unit kegiatan di kampus yang bernama Liga Film Mahasiswa. Dan beberapa hari yang lalu, beberapa hari setelah suara saya kembali lagi (yang terjadi beberapa hari setelah suara saya hilang), saya menjadi pembicara lagi dengan topik yang itu-itu lagi.

Aduh, entah kenapa malas rasanya menilai-nilai orang lain, dalam hal ini para filmmaker di Bandung dan sekitarnya. Toh, pada akhirnya penilaian dan pendapat saya tidak berarti apa-apa. Paling juga untuk sekadar memberi informasi dari orang yang tidak tahu apa-apa menjadi tahu apa. Tapi belum hingga ke taraf membuat orang lain terdorong untuk terjun dan berkarya di dalam dunia perfilman.

Tapi memang sungguh tidak mengenakkan hati menjadi pembicara, setiap kata yang saya keluarkan harus mempunyai alasan yang kuat dan logis. Padahal ingin rasanya kalau ditanya,

"Menurut Anda, bagaimana iklim perfilman indie di Bandung?"

saya hanya ingin menjawab,

"Bagus, bagus..."
"..."

tapi mungkin pendengar tidak akan pernah puas. Mereka selalu ingin minta dijelaskan, kenapa begini, kenapa begitu. Jadilah saya menjelaskan panjang lebar walaupun malas mengulang hal yang sama pada acara yang berbeda.

Hhhh, saya tidak ingin terlalu memikirkan hal-hal yang seperti itu. Rasanya kok makin dipikirin, makin pusing jadinya. Asal bikin film saja, menurut saya itu yang paling penting. Tinggal bagaimana kita promosi film yang sudah dibikin ke masyarakat. Daripada talkshow-talkshow seperti itu, bisanya ngomong doang dan nggak perlu pakai follow-up bikin film. Sudah berasa kaya kritikus, bisanya cuma mengkritik hasil doang tanpa perlu tahu proses. Orang-orang kaya gini nih yang perlu disuntik mati.

Hmmm,
saya jadi ingat sinema-indonesia.com ...

<< Home