February 26, 2007

bunga mawar, cheese cake strawberry, dan puisi cinta

 



Sejak pagi lelaki itu berada di kantor sang perempuan. Ia datang pagi, karena tahu perempuan itu akan bekerja dari pagi hingga siang. Tetapi dia baru saja pergi ketika ia tiba.

[Kalau begitu, aku akan menunggunya kembali hingga sore nanti]

Ia telah menyiapkan mawar merah yang masih mekar, segar merona. Seperti cinta sang lelaki yang selalu membara untuk perempuannya. Juga sepotong cheese cake srawberry untuk dimakan perempuannya. Sebenarnya ia ingin membelikan yang blueberry tapi tadi sedang tidak ada, entah habis atau memang belum siap tersaji pagi-pagi. Tidak lupa juga ia siapkan puisi cinta. Lelaki itu sangat mencintai perempuannya maka biarlah puisi yang mengutarakan pereasaannya walaupun makna pastilah tak akan pernah menyamai dalamnya cinta lelaki itu sebenarnya; takkan ada kata-kata cinta yang bisa cukup untuk menunjukkan seberapa besar dan dalam rasa cintanya.

Lelaki itu senang membayangkan kira-kira apa yang akan perempuan itu rasakan. Bahagia, semoga. Atau senyuman kecil, itu sudah cukup untuknya.

Tetapi dia baru saja pergi ketika ia tiba.

Kecewa. Tapi tak rela menyerah begitu saja. Lelaki itu akan menunggu hingga perempuan itu kembali ke kantor sore nanti. Entah perempuan itu kembali sore nanti atau tidak. Dia biasanya kembali. Tapi malam ini pasti dia bekerja lagi. Jadwal di dinding kaca yang memberitahunya, menyuruhnya untuk menemui perempuannya.

Akhirnya lelaki itu menyiapkan bunga mawar, cheese cake strawberry, dan puisi cinta di meja kerja sang perempuan, yang tak ingin menemuinya. Ia tersenyum membayangkan perempuannya datang, terkejut akan barang-barang yang dilihatnya. Lalu setelah dia selesai membaca surat cinta itu, sang lelaki mengendap pelan-pelan mendekatinya, lalu mendekapnya dari belakang, atau sekadar meminta maaf sambil menatap dalam ke sepasang mata yang ia cinta.

Ia susun bunga mawar, cheese cake strawberry, dan puisi cinta itu di atas meja. Hmmm, tidak begini, bagaimana kalau ini disini, tidak juga. Puisi cinta diberdirikan? Kurang pas sepertinya. Atau begini saja ya, ia selalu memindah-mindahkan letak dan susunan bunga mawar, cheese cake strawberry, dan puisi cinta agar perempuan itu langsung tersenyum begitu melihatnya. Diletakkanyalah bunga mawar melintang diagonal di tengah meja ("Biar sesuai dengan tangkai mawar yang terlalu panjang") meniduri puisi cinta. Cheese cake strawberry diletakkan di sudut kiri atas lembat puisi dan itu membuat mereka terlihat manis, dan lelaki itu puas akan apa yang dilihatnya.

Ia bersembunyi menunggu perempuan itu datang. Berdebar hatinya. Ia tahu perempuan itu tidak mau menemuinya, tapi ia merasa harus menemui dia. Mungkin sebuah tamparan keras di pipi adalah jawabannya, tak mengapa. Lelaki itu rela melakukan apa saja dan diperlakukan bagaimana saja oleh perempuan itu. Asal tidak pernah ada kata berpisah. Karena ia tidak pernah ingin berpisah dari dia.

Ego sang lelaki membuat ia menelantarkan perempuannya. Tanpa pernah ia sadari betapa perempuannya telah terluka karena ego sang lelaki, hingga kini tak ingin menemuinya.

Lelaki itu merenung dengan muka muram. Kata maaf sudah tidak berarti sekarang, tidak cukup untuk membuat perempuan itu kembali padanya. Ia akan membuat perempuan itu jatuh cinta lagi padanya. Membuatnya teringat akan masa lalu, ketika ia pertama kali melihat perempuan itu, menaiki motornya, dan langsung jatuh cinta.

[Aku melihatmu sebagai kamu, sebagai dirimu apa adanya bukan ada apanya..]

Tanpa sadar sore telah menjelang. Sang perempuan tak kunjung datang. Satu-persatu teman-teman kantornya beranjak dari meja, entah pergi kemana atau pulang. Perempuan itu tak kembali lagi.

Kini ia sendiri di ruangan kantor. Lelaki itu bangkit dari tempat persembunyiannya menghampiri meja sang perempuan. Tak ada yang berubah. Bunga mawar masih berada pada posisi yang sama ketika ia tadi meninggalkannya. Begitu pula dengan puisi cinta. Cheese cake strawberry mulai mencair, membuatnya terlihat menggembung dan entah rasanya masih enak atau tidak.

Perempuan itu tidak datang malamnya.

Lelaki itu jatuh terduduk. Lututnya lemas, kakinya seperti mau lepas, lepas karena tidak kuat menopan berat tubuhnya.

Keheningan membalut luka ketika ia diam bersandar ke dniding. Teringat kembali akan semua kesalahannya pada perempuan itu, lelaki itu terseyum. Senyum penuh ironi, inikah akibat diriku menelantarkan cintamu ketika itu?

Ia ingin tertawa, menertawakan dirinya sendiri seperti orang gila. Namun ia merasa ia belum gila, jadi tersenyum saja. Air mata keluar lagi dari matanya.
Ia tetap tersenyum, sambil menangis.

Bunga mawar, cheese cake strawberry, dan puisi cinta, dan perasaan cinta yang tidak tersampaikan segera ia bawa pergi. Ia berlari dan terus berlari. Semua orang yang melihat mungkin akan menganggap ada orang gila sedang berlarisambil membawa bunga mawar di satu tangan, cheese cake strawberry dan puisi cinta di tangan lainnya, sambil mengucapkan kata-kata cinta. Lelaki itu juga tidak peduli. Perasaannya harus tersampaikan malam ini.

Lelah berlari, ia menarik nafas sejenak. Lelaki itu mendongak. Ia sudah berada di depan rumah perempuan itu. Mobilnya tidak ada, dia belum juga pulang. Lelaki itu membuka pintu pagar dan memutuskan untuk menunggu dia pulang di bangku teras.

Satu jam hingga dua jam berlalu, perempuan itu tak kunjung datang. Lelaki itu cemas dalam penantiannya, jangan-jangan dia mengalami kejadian entah apa. Perasaan cemas yang segera tergantikan kecewa. Kecewa karena tiba2 ponsel sang lelaki berbunyi, ada sms masuk yang segera ia baca,

[Kamu tidak usah menunggu aku.]

Dia sudah tau ia berada disitu. Mungkin dari ibunya yang telah melihat lelaki itu datang dan menunggu dia, namun dia tak kunjung juga ada. Dingin menyelimutinya perlahan.

[Banyak hal yang ingin aku bicarakan, tentang aku, tentang kamu, tentang kita, tentang apapun..]

Dingin membuat kakinya mati rasa. Seketika ia ingin mengutuki lubang besar di lutut celana jeans yang membuat lututnya malah kaku sekarang.
Tidak ada balasan dari perempuan itu. Lelaki itu menjadi bimbang apakah ia harus menunggu, atau pergi mencari, atau pulang ke rumah, apakah menitipkan setangkai bunga mawar, cheese cake strawberry, dan puisi cinta.

Ia duduk diam. Bunga mawar, cheese cake strawberry, dan puisi cinta masih tergenggam di tangannya. Merasa ditelantarkan, inikah yang telah ia lakukan dulu kepada sang perempuan?
Lelaki itu hanya bisa tersenyum, menangisi hatinya. Ia tidak tahu hal apa yang bisa dilakukan lagi selain tersenyum. Itulah yang bisa memaksakan dia harus merasa bahagia hanya demi sebuah alasan: karena ia tersenyum. Tapi hatinya hancur berkeping-keping.


Entah apa yang harus ia lakukan sekarang. Penantiannya sejak pagi, semuanya seakan sia-sia. Mungkin ia memang seharusnya menitipkan saja bunga mawar, cheese cake strawberry, dan puisi cinta itu daritadi dan beranjak pergi dari rumah perempuan itu sejak tadi juga, tapi tetap saja ia menunggu disana...



<< Home