March 03, 2007

kepergian

 



Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi. Ia telah berusaha untuk mempertahankan semuanya namun sudah terlambat. Ia berusaha untuk memperbaiki kesalahan-kesalahannya namun dia menutup mata tak mau melihat.

Sebenarnya ia tak ingin pernah pergi dari situ. Ia tak yakin apakah dia tahu. Tapi dia terus menyuruhnya untuk pergi. Ia berpikir dan menyadari, bahwa dia sudah tak ingin bersamanya lagi. Sedih memang, ia kecewa, hatinya pecah, dan hancur berantakan entah berapa ratus ribu kepingan.

Ia hanya merasa dia telah jauh berubah, dia bukan lagi dia yang pernah ia tahu. Atau mungkin ia memang tak pernah tahu. Atau mungkin dia yang dahulu menipu. Dia yang dulu menerimanya sepenuh hati dengan segala kekurangannya. Namun kini, kekurangan itu menjadi alasan perpisahan mereka.
Ia tidak menduga dia akan berkata seperti itu.

Ia sudah memutuskan untuk pergi menjauh dan memberikan ruang untuknya. Agar ia tidak membebani dia. Agar dia bisa tersenyum lepas tanpa perlu merasa tertekan oleh ia.

Sakit memang, tapi ia terpaksa pergi. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Dia sudah tidak ingin berbicara dengan ia, mungkin dia sudah membenci ia. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi daripada terus menyakiti dia. Pergi dengan terpaksa.

Malam itu ia memberikan bunga kepada dia, dan lagi-lagi sebuah puisi cinta. Tapi dia tidak mau menerimanya lagi. Ia bingung. Mungkinkah kata-kata yang ia tuliskan dulu menyinggung dia? Ia tidak pernah bermaksud buruk dengan kata-katanya, mungkinkah terjadi perubahan resapan makna? Atau mungkin alasan yang sederhana: ia telah menyakiti dia sedemikian rupa sehingga dia tidak mau berurusan lagi dengan ia.
Ia menyadari kesalahannya namun kini sia-sia. Ia ingin memperbaiki, tapi dia sudah tidak mau lagi.
Maka biarlah kini mereka berjalan sendiri-sendiri.

Ia masih takut untuk salah memilih. Karena ia terbukti salah dengan mencoba mempertahankan dia. Apakah ia benar ketika melepaskan dia? Mereka telah berbelok arah yang berbeda. Kemarin ia masih berada di persimpangan, menunggu dia berputar kembali dan kembali berjalan bersama ke depan. Tapi dia terus berjalan. Sesekali dia berhenti, untuk kemudian terus berjalan kembali.

Ia hanya bisa menatap itu dari kejauhan. Sia-sia ia menanti. Dia tak kembali lagi. Akhirnya ia melihat ke jalan yang ada di persimpangan itu. Di belakang ia adalah jalan yang telah mereka lalui. Namun dia berbelok ke kiri. Ia memutuskan untuk berbelok ke kanan, bertentangan dengan jalan yang dia pilih. Sesekali ia menoleh ke belakang berharap ia kembali. Tapi dia tak pernah datang. Ia mengharapkan dia akan tiba-tiba memeluknya dari belakang, sambil berkata, kejutan!
Andai saja itu nyata, karena tak pernah ada.

* * *

Malam itu ia pergi meninggalkan kantor tempat dia bekerja. Dia barusan pergi, wangi parfumnya masih jelas terhirup oleh ia. Tapi biarlah itu segera terlupa. Karena kini ia telah berada di trotoar, menatap lurus ke jalan yang kakinya akan langkahkan. Tapi kali ini sendiri, dia telah pergi meninggalkannya.

Angin malam terasa
menjadi tak bersahabat. Kegelapan mengunci bibirnya rapat, sehingga tidak ada rintihan pilu yang keluar malam itu. Dingin menusuk rusuk ketika ia melangkah pergi.
Ia tidak tahu harus merasa apa, ia sudah tidak bisa merasa sejak hati dibawa pergi oleh dia. Kini tidak ada air mata, lautan air matanya telah kering karena setiap malam dalam kesepian yang menyedihkan.

Dalam suatu tapakan kaki kanan, menyala benderang tiba-tiba lampu jalan. Lampu yang sebelumnya mati dan tak pernah menyala sebelum ia lewati. Apakah ini sebuah pertanda, apakah ini sebuah jawaban, O Tuhan?
Lampu jalan hanya ingin menghiburnya, menunjukkan bahwa ada cahaya di setiap kegelapan.

Ia berhenti sejenak, bertukar pikiran dengan sang Lampu Jalan. Beberapa detik mereka bertatapan. Sehingga akhirnya ia menunduk
tersenyum, menghela nafas, dan kembali melangkah. Dipasangnya headphone ke telinga dan lagu kembali terdengar. Lagu perpisahan. Lagu mengenangkan.

Hatinya sudah tidak sedih lagi. Tapi kosong, ia tidak merasa apa-apa. Sangat sulit untuk mengakui bahwa ia harus berpisah dengan dia yang masih ia rasa cinta.
Hampa, ia berkata, terima kasih Malam, karena telah memberikan kenangan antara aku dan dia..







<< Home