April 04, 2007

Surat dari Olivia

 


Joni,

aku sadar, saat ini kau sedang mencoba melangkah dari kehidupanku.
Aku tak akan menahanmu, karena aku juga sedang berusaha memperbaiki kehidupanku sendiri.
Aku tak tahu,
apa alasanmu yang memilih untuk melangkah.
Mungkin karena kau memikirkan kebaikanku?
Haha. Jika ya, maka aku berterima kasih.
Atau mungkin kau memang terbiasa berkelana memikat hati yang terpesona akan auramu?
Entahlah, kurasa aku tak akan pernah mengenalmu cukup baik untuk mengerti cara berpikirmu itu.

Yang jelas, aku tak akan mengganggumu lagi. (dan aku akan berusaha tak terganggu olehmu lagi)
Aku hanya tak ingin cerita ini berakhir begitu saja tanpa kata-kata penutup.
Karena yang demikian itu sama sekali tak ada etika..
Paling tidak,
setelah ini aku tak harus membuang pandangan jika harus bertatap mata denganmu lagi. Karena aku tahu semuanya telah usai.

Tak usah kau risau, tak ada sakit hati dalam hal ini. Aku memandangnya sebagai suatu pertemuan dua manusia.
Dan tiap pertemuan pasti ada perpisahannya. Itu biasa.
Dan aku cukup bersyukur untuk pernah mengenalmu.
Karena tanpa sadar, setelah mengenalmu aku banyak berpikir kembali akan detail-detail kecil yang pernah aku lupakan dan melihat kembali segala sesuatu dari sudut pandang yang baru.
Kau adalah pribadi yang unik, sekaligus sebuah lubang hitam yang tak akan pernah aku mengerti.
Dan aku tak ingin berusaha untuk mengerti.

Yep,
Aku tak akan membiarkan surat ini lebih panjang lagi. Karena akan membosankan dan aku tau kau benci hal-hal yang datar dan overrated.
Sudahlah.
Selamat jalan. aku harap kamu temukan apa yang kamu inginkan.


Olivia

* * *


Rokok itu masih menyala di sela jari. Kedua bola mata itu membaca surat itu sekali lagi. Bibir itu menghembuskan asap rokok, untuk kemudian tersenyum kembali.

...Terima kasih, Olivia, karena sudah berusaha mengerti.



<< Home